The Chronicles of Porkah Chapter 7 - Kabur


Pak Handoko langsung menunduk menahan malu begitu layar monitor usai menayangkan kejadian pertikaian yang dimulai anaknya, dengan cepat ia beranjak sambil mengayunkan tangannya ke arah wajah Steven, berniat untuk menampar anaknya. 

Untung Pak Adipramana langsung mencegahnya, dengan sigap ia meraih tangan Pak Handoko kemudian menatapnya dengan tatapan tajam menahan emosi.

"Saya kecewa sama kamu Handoko! Pak Andi, Steven, sama kamu Dek, boleh keluar dulu? Ada yang harus saya omongin ke orang ini!" tanpa disuruh dua kali mereka berjalan menuju pintu keluar dengan tenang, kecuali Steven, ia langsung bergegas tanpa melihat mereka yang hadir di ruangan tersebut.

"Pak Adipramana saya sungguh minta maaf, saya merasa malu dan terpancing emosi sehingga lepas kendali!" 

"Saya sungguh kecewa, sikap kamu ke Pak Andi, kamu menampar anak saya, dan barusan kamu mau menampar anak sendiri di depan orang banyak? Sungguh keterlaluan!" 

"Maaf paak... saya sungguh minta maaf Pak... saya tidak akan mengulanginya lagi!"

"Kamu perlakukan mereka seperti itu juga?" tanya Pak Adipramana masih belum ingin melunak.

"Siapa Pak?"

"Anak-anak panti yang kamu urus!" 

"Tidak Pak... sumpah saya selalu menjaga amanah yayasan Pak!" Pak Adipramana tidak mempercayai apa yang ia ucapkan.

"Saya akan copot jabatan kamu sebagai ketua yayasan wilayah satu. Besok kamu harus datang ke kantor saya untuk menghadiri persidangan kamu. Semoga dewan direksi masih mau memberikan kesempatan untuk kamu bekerja di yayasan! Sekarang kamu panggil anak-anak dan juga Pak Andi, kita harus menyelesaikan masalah ini!" dengan langkah lesu nan lunglai, Pak Handoko berjalan menuju pintu keluar, ia mendapati Steven sedang dirangkul dan ditenangkan oleh Steven, sedangkan Cakra hanya berdiri tak jauh dari depan pintu, menyender pada tembok sambil menatap ponselnya.  

"Pak Andi, Steven, Nak Cakra...! kalian diminta masuk sekarang sama Pak Adipramana!" Steven sedikit takut untuk melangkah, Pak Andi harus membujuknya agar mau masuk, sedangkan Cakra menatap Steven dengan sedikit iba. Ia tak dapat menyalahkan Steven sepenuhnya mengapa ia  menjadi anak yang suka menindas teman-temannya. Ia cukup paham bahwa sikap Pak Handoko ayah Stevenlah yang menjadikannya seperti itu. 

Begitu semua sudah duduk di tempatnya masing-masing -Pak Handoko duduk di samping Steven, Pak Andi di antara mereka, dan Pak Adipraman duduk bersama Cakra- Pak Adipramana mempersilakan Pak Andi untuk melanjutkan penyelesaian permasalahan ini. 

Pak Andi mulanya menolak dan memberikan keputusan kepada Pak Adipramana, namun ditolak karena tetap saja Pak Andi merupakan kepala sekolah dari anak-anak mereka, dan mereka datang ke sini sebagai orang tua murid. 

"Baik Pak... tapi sebelumnya, apakah saya boleh bertanya?"

"Apa itu?"

"Maaf bila lancang, tapi sebenarnya apakah Pak Andi salah satu dewan direksi Yayasan Asuhan Bunda?" saat hendak menjawab, Pak Handoko langsung menyela dan menjawab pertanyaan Pak Andi.

"Beliau merupakan pimpinan redaksi sekaligus presiden direktur Monument Group, pemilik yayasan Asuhan Bunda termasuk sekolah ini Pak!" Steven dan Pak Andi tidak dapat menutupi rasa takjub yang tersirat dari wajah mereka, akhirnya mereka memahami alasan Pak Handoko yang langsung berubah sikap begitu melihat Pak Adipramana, ia akhirnya menyadari bahwa orang yang duduk di hadapannya adalah salah satu orang terkaya di dunia. 

Presiden direktur dari Monument Group sering diperbicangkan, karena menjadi orang nomor satu terkaya di Indonesia serta orang nomor empat terkaya di dunia. Selain itu, ia juga dikenal sebagai sosok yang misterius. 

Masyarakat umum, termasuk Pak Andi tidak pernah melihat sosoknya, meraka pun tak mengetahui namanya. Karena memang, Pak Adiprama selalu meminta untuk disembunyikan identitas aslinya pada media. 

Ia hanya ingin dipanggil dengan menyebutkan jabatannya saat media ingin menulis artikel mengenai dirinya. Selain itu, ia juga meminta kepada media untuk tidak menampilkan gambar dirinya, melainkan menggantinya menjadi foto-foto perusahaan ataupun logo perusahaan. 

Pak Andi begitu mengidolakan sosok dibalik Monument Grup akan sifat dermawan dan juga sifat rendah hatinya. Berdasarkan rasa kagum itu pula, ia melamar pekerjaan sebagai guru Matematika di sekolah SMA Berbudi Pekerti, karena ia tahu bahwa sekolah ini dalam naungan Monument Group. 

Ia berharap dapat bertemu dengan idolanya, bila bekerja di sekolah ini, namun sudah hampir tujuh tahun bekerja di sekolah ini, baru pertama kalinya ia bertemu dengan sosok pemilik Monument Gruop, dengan cara yang mengejutkan. 

Pak Andi pikir bahwa ia akan betemu dengan sosok yang ia kagumi pada acara sekolah atau acara besar yang digelar oleh yayasan, namun setiap acara yang ia hadiri, hanya Pak Handoko saja yang selalu hadir. 

Tak jarang anggota dewan direksi juga turut hadir, ia sempat menyangka bahwa salah satu dari dewan direksi yang hadir adalah orang di balik Monument Group, namun nyatanya bukan. Saat ia berani menanyakan dimana sosok idolanya, mereka hanya menjawab bahwa beliau sedang tidak dapat hadir karena sedang tidak berada di Indonesia. 

Dan, ketika ia dengan berani menanyakan siapa sosok atasannya, mereka hanya meminta maaf karena tidak dapat memberitahukan identitas Pak Adipramana. 

Kini, ia tidak dapat percaya bahwa orang yang selama ini ia kagumi berada di hadapannya. Ia tidak dapat membendung rasa harunya, seketika ia langsung menyodorkan tangannya ke hadapan Pak Adipramana, terlihat tangannya sedikit bergetar. Pak Adiprama hanya dapat menyambut uluran tangan itu dengan kebingungan. 

"Saya dari dulu mengidolakan Anda Pak!" ucapnya menatap Pak Andi dengan tatapan bahagia, terlihat ia berusaha untuk tidak membiarkan matanya basah. 

"Sungguh kehormatan bagi saya diidolakan oleh kepala sekolah yang bijaksana seperti Pak Andi, tapi saya hanya manusia biasa seperti Pak Andi, jangan sungkan terhadap saya!" kalimat yang keluar dari mulut Pak Adipramana sukses membuat Pak Andi tersenyum lebar sambil menggoyang-goyangkan tangannya yang masih berjabat dengan tangan Pak Adipramana.

"Baiklah, bisa kita lanjutkan?" ingat Pak Adipramana, Pak Andi langsung belingsatan dan menarik tangannya, ia sempat meminta maaf karena tiba-tiba terbawa suasana. Kemudian dengan sikap bijaksana ia mulai melanjutkan.

"Begini, kita sudah tahu kejadian yang sebenarnya, namun saya belum mendapatkan alasan mengapa Steven melakukan itu pada Cakra, kita bisa memutuskan apa yang harus dilakukan setelah mendengar alasan Steven. Nak Steven, kalau boleh Bapak tau, kenapa kamu berbohong?" 

Steven hanya terdiam bisu, ia tidak dapat berkutik. Ia hanya menunduk sambil menahan dirinya agar tidak meratapi keadaannya. Ia berusaha mengatur napas agar emosi tak dapat menguasai dirinya, ia tidak ingin terlihat lemah dan menyedihkan.

"Steven..." Pak Handoko berusaha mendesak Steven sambil memegangi pahanya, tampak sedikit mencengkeram. Cakra yang melihat aksi Pak Handoko langsung menyenggol ayahnya. 

"Pak Handoko, tidak apa-apa... jangan terlalu..."

"Karena saya nggak suka sama sikapnya dia yang sok kenal dan sok dekat sama orang Pak!" Steven akhirnya bersuara, ia lantang mengutarakan isi hatinya, kali ini ia menatap seluruh wajah yang ada di hadapannya sambil berusaha menahan gejolak segala macam emosi yang ia rasakan. 

"Jadi kamu mengakuinya?" Pak Andi kembali mengajukan pertanyaan. 

"Iya salah mengakuinya, dan saya salah. Saya meminta maaf sedalam-dalamnya kepada Cakra karena telah mengganggunya, dan juga saya meminta maaf kepada Pak Andi karena sudah berbohong!" Steven tak dapat kembali mengelak. 

"Cuman itu doang?" Cakra ingin Steven mengakui semua kesalahannya.

"Maksud lo?" tatap Steven masih tak menyukai Cakra. 

"Begini Pak, saya yakin Pak Andi curiga kenapa CCTV selalu mati setiap ada kejadian heboh, itu karena CCTV dimatiin sama Steven, makanya saya pasang CCTV sendiri. Buktinya Pak Bayu sendiri yang sudah mengaku, kalau nggak percaya silakan langsung cek. Selain itu, ternyata anak yang dikeluarkan karena ditemukan kondom dan rokok di tasnya juga karena Steven, dia yang masukin ke dalam tasnya. Saya ingin anak itu dinyatakan tidak bersalah dan dapat kembali bersekolah di sini Pak!" ucap Cakra tak gentar. 

"Apa maksudnya ini Steven?" ucap Pak Handoko tak percaya. Namun, yang ditanya memberikan tanggapan yang tidak disangka. Steven malah tertawa seakan mengejek dirinya.

"Iya, itu semuanya ulah saya! Saya yang matiin CCTV, saya yang menyebabkan anak itu keluar dari sekolah. Kenapa? Karena saya nggak suka sama dia! Puas!" ia menatap Cakra semakin tajam serta menyiratkan kebencian. 

Tanpa disadari oleh mereka semua, dengan kilat Pak Handoko berhasil mendaratkan tamparan kencang pada pipi anaknya, ia sungguh kecewa dengan perilaku Steven, tanpa menyadari bahwa salah satu penyebab mengapa Steven berbuat seperti itu adalah karena sikap dan didikannya sendiri. 

"Handoko!!" Pak Adipramana mendengking. Steven tak dapat menahan tangisnya, ia langsung keluar dari ruangan tersebut. Pak Adipramana langsung menyuruh Pak Andi dan Cakra mengejar Steven, sedangkan Pak Handoko masih terdiam dan tarpaku atas apa yang baru saja ia lakukan.

"Pak Handoko, sepertinya sudah jelas, saya akan meminta Pak Andi untuk mengeluarkan Steven dari sekolah ini. Lalu, saya ingin berbicara sebagai sesama Ayah. Saya tidak ingin menggurui, karena saya tidak ada hak untuk mencampuri urusan keluarga Pak Handoko. Tapi, dari yang saya lihat, cara didik Pak Handokolah yang membuat Steven bersikap seperti itu. Saya tidak akan membahas kasus ini lebih lanjut. Saya harap kita bisa melupakan kejadian barusan, lagipula Cakra tidak kenapa-napa. Bahkan keadaan Steven lebih buruk walaupun dia yang memulai. Saya sangat mengenal anak saya Pak, dia tidak akan menggunakan seluruh kekuatannya bila lawannya tidak sebanding. Jadi, saya harap Pak Handoko dapat menjadi ayah yang penuh kasih, pengertian dan jadi panutan bagi Steven. Anak-anak itu masa depan negeri ini Pak." Ucap Pak Adiprama sambil beranjak dari tempat duduknya lalu keluar ruangan meninggalkan Pak Handoko yang meratapi tindakannya.

Ingatan Cakra kini berganti, memaparkan kejadian saat seluruh sekolah mendapati siapa dirinya sebenarnya. Sejak kejadian perkelahian antara dirinya dan Steven, banyak perubahan yang terjadi di sekolah. Seluruh murid, guru dan juga petugas sekolah mengetahui bahwa Cakra adalah anak dari pemilik sekolah, selain itu Steven terpaksa dikeluarkan dari sekolah. 

Tak banyak yang sedih atas keputusan itu, hanya teman-teman Steven yang ikut menjadi tim penyiksa siswa sekolah atas perintah Steven. Cakra meminta Pak Andi untuk tidak menghukum mereka karena mereka tidak bersalah, mereka terpaksa melakukan hal itu karena takut beasiswa mereka terancam. 

Bahkan sebenarnya mereka selalu meminta maaf kepada teman-teman yang sudah mereka siksa tanpa sepengetahuan Steven, dan teman-teman juga memaklumi. Tak hanya itu, Cakra sekarang berusaha ikut campur atas perkembangan sekolahnya, ia meminta ayahnya agar selama ia bersekolah di sana, ia harus ikut andil dalam perkembagan sekolah, hal itu disetujui oleh ayahnya beserta dewan redaksi dan pihak yayasan. 

Ia merombak sekolah yang awalnya hanya berfokus pada pelajaran inti saja, ia membuka kegiatan ekstrakulikuler seni dan bela diri, selama ini sekolah SMA Berbudi Pekerti hanya menyediakan ekstrakulikuler dalam bidang yang menunjang jurusan mereka. 

Yaitu, bagi jurusan IPA tersedia ekstrakuliker berupa Kelompok Ilmiah Remaja, Robotik, dan Pelatihan Persiapan Olimpiade. Bagi jurusan IPS meliputi Ekstrakulikuler Debat, Komunitas Pengenalan Hukum dan Politik, dan Jurnalitisk. Sedangkan untuk jurusan bahasa ada kegiatan siswa seperti Komunitas Pecinta Sastra, English, Korean, Japanese, French dan German Club bagi siapa saja yang ingin belajar serta mengembangkan bahasa asing. 

Setiap siswa pun diwajibkan untuk memilih minimal tiga ekstrakuikuler karena kegiatan tambahan tersebut masuk ke dalam sistem penilaian ujian akhir. Namun dengan kehadiran Cakra, ekstrekulikulernya ditambah yaitu, ekstrakulikuler seni musik, dan seni tari. 

Serta, ekstrakulikuler bela diri yang jadi satu dengan pramuka dan kegiatan alam, bahkan kegiatan ini menjadi wajib bukan pilihan. Keputusan ini berdasarkan pengalaman para siswa yang sering menjadi korban kekerasan. 

Ia berharap semua teman-temannya dapat melindungi diri mereka sendiri bahkan saat keadaan yang tidak disangka sekalipun, kegiatan ini murni dimaksudkan untuk membela diri dan bertahan hidup bila terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan kendali.

Satu persatu teman sekolah Cakra mulai menyukainya, mereka awalnya berpikir bahwa Cakra akan menjadi seperti Steven, menggunakan kekuasaannya sebagai anak pemilik sekolah untuk memperlakukan mereka semena-mena. 

Tapi saat menyadari bahwa Cakra adalah manusia yang baik hati, bijaksana dan juga mempunya sifat kepedulian yang tinggi, mereka menjadi hormat serta menyayangi Cakra layaknya keluarga mereka sendiri. 

Begitu pula dengan teman-teman Steven yang sudah ikut menggangunya, yaitu Victor, Beni dan Tommy. Bahkan, mereka menjadi sahabat yang sangat erat. Para guru pun juga memperlakukan Cakra seperti biasa, karena Pak Adiprama sendiri yang memerintahkan mereka untuk tidak menspesialkan Cakra. 

Dan tidak ketinggalan para siswi mengidolakan Cakra, banyak yang mendekatinya dan tak jarang ada yang sampai berpacaran dengannya, namun dari semua siswi yang ada di SMA Berbudi Pekerti, hanya Mia yang memperlakukan Cakra dingin, cenderung sinis. Gadis yang pertama kali Cakra ajak bicara saat memasuki sekolah ini tak pernah sekalipun ia mendengar gadis itu bersuara, bahkan hingga ia lulus. 

Cakra tak ingin mengambil pusing soal itu, baginya Mia gadis yang beda, tapi bukan berarti ia ingin menganggu gadis itu dengan rasa sukanya. Ia memilih memendam rasa sukanya kepada Mia tanpa diketahui oleh satu orangpun, termasuk sahabat-sahabatnya. 

Semenjak kepergian Steven sekolah semakin ceria, hal itu membuat Steven tidak suka. Di sekolah barunya ia menjadi manusia yang berbeda, ia tidak lagi berprestasi, cenderung membangkang. Bahkan, ia meprakarsai perkelahian antara SMA Berbudi Pekerti dan SMA Berbudi luhur, sekolah barunya. 

Namun, dari semua ingatan yang menerornya, ingatan Mialah yang paling bahagia saat ini. Kini, Cakra melihat bayangan Mia yang seolah-olah menyuruhnya untuk sadar dari tidurnya yang panjang. 

Seketika Cakra membuka mata kemudian bangkit dengantenaga penuh, bahkan ia tidak sadar bahwa rantai yang membelenggu pergelangankedua tangan dan kakinya hancur begitu saja. Ia mengerjap, berusahamengumpulkan kesadar, beberapa saat kemudian ia baru menyadari bahwa dirinyamasih berada di tempat yang sama. 

Cakra yang menyadari bahwa dirinya telahterbebas tak dapat mempercayai apa yang baru saja terjadi. Ia melihat keduatangannya yang ia angkat ke depan badannya, lalu kemudian melirik kakinya,serpihan besi hitam kecoklatan masih berceceran di sekitar pergelangan kakinya. 

Sedetik kemudian rantai itu menyatu kembali, bagaikan magnet mereka salingtarik menarik dan kembali utuh, serta bergerak seakan ingin menangkap Cakra,Cakra lalu bergegas bangkit dan menghindari rantai yang seakan menari dihadapannya, sesekali rantai itu menyerang dirinya, dengan sigap ia memukulrantai-rantai tersebut dan rantai itu kembali lebur. 

Dengan cepat ia berusahamembuka pintu besi, namun tak ada hasil, bahkan ia sempat memukul beberapakali, hanya terlihat cetakan hasil pukulannya pada dinding pintu besi, iamencoba untuk memukul tembok merah kecoklatan, tembok yang awalnya ia kiramerupakan dinding goa. 

Tembok yang ia pukul di samping pintu besi langsunghancur, Cakra kembali menghancurkan dinding itu hingga badannya muat untukkeluar melalui lubang tak beraturan yang ia hasilkan dari pukulannya. Iaberhasil keluar tepat sebelum rantai kembali menjadi satu dan berusaha mengejar Cakra.



Post a Comment

0 Comments