Madyam Padham Chapter 5 - Skakmat!


Sudah hampir tiga bulan sejak pertemuan Sekar dan Arya di kafe Dacha, keadaan pun sudah berubah, Sekar tak lagi bersikap sinis, ia mulai menunjukkan rasa lebih bersahabat kepada Arya. Prosesnya pun tidak selama yang ia pikir. Sejak pertemuan terakhirnya dengan Arya, pemuda itu tekun berkomunikasi dengan Sekar, lewat media jalur telepon nirkabel, media sosial dan tentu saja bertatapan muka langsung. 

Hampir setiap tiga hari sekali mereka bertemu, entah itu di kafe Dacha, di pusat perbelanjaan dan tidak jarang Arya mampir ke kantor Sekar sekadar untuk mengantarkan makanan untuknya. Seperti yang Sekar alami pertama kali pada minggu ke dua setelah mereka akrab. 

Telepon berbentuk kotak kaku yang terletak di atas meja kerja Sekar tiba-tiba berbunyi saat ia sedang berusaha memikirkan alur untuk program yang ia tulis. 

Ia tak mengacuhkan deringan yang memekik alat dengar teman-teman kantornya yang juga sedang fokus pada pekerjaan masing-masing. Hingga Roni yang jaraknya paling dekat dengan Sekar tak tahan dengan bunyi nyaring nan cempreng yang dihasilkan.

   "Woy Dan! Kamu budek apa ya?" teriaknya sambil melempar satu batang penjepit kertas ke arah Sekar. Jarak tiga meter dari sebelah kanan Sekar tak mampu baginya untuk menyentuh tubuh Sekar secara langsung. 

Seketika, Sekar menjawab mesin panggilan itu dengan tangan kirinya, karena posisi mesin tersebut berada di pojok sebelah kiri. 

   "Mbak Dani, ada yang cariin namanya Arya, Mbak Dani bisa ke sini?" suara wanita dengan nada enam oktaf sedikit sumbang menambah derita pada telinga Sekar. 

   "Heh? Hmm... yaudah aku ke bawah, makasih Rin!" ucapnya seraya menutup panggilan lalu beranjak pergi dari ruang kerjanya. 

Roni yang penasaran hanya mampu menggerakkan lehernya seiring langkah Sekar sambil mengerutkan dahinya yang lebar. Sedangkan tiga orang lain yang berada di dalam ruangan itu hanya melirik Sekar sekilas. 

   "Kamu kok bisa ke sini? Tau dari mana gedung kantorku yang ini?" ucap Sekar sedikit ketus saat melihat Arya sedang duduk di kursi yang dikhususkan pada tamu. 

Langkahnya menuruni tangga terhenti pada pintu kaca yang memisahkan ruang tunggu tamu serta pintu masuk menuju lantai atas tempat kerja para karyawan. 

Sekar mengambil tanda pengenal yang tergantung di dapan dadanya, setelah itu menempelkan objek kecil tipis datar berbentuk kotak ke hadapan mesin persegi panjang kecil berwarna hitam dengan setitik lampu merah kelap-kelip di tengahnya, seketika lampu itu berganti menjadi hijau setelah kartu tanda pengenal Sekar tertempel beberapa detik. 

Sekejap kemudian Sekar sudah berdiri di hadapan Arya yang memamerkan bungkusan besar yang ia letakkan di atas pangkuannya. 

   "Ini apaan?" sambut Sekar sambil menatap Arya dengan tatapan kebingungan. 

   "Buka aja!" ucap Arya menahan rona kegembiaraan. Sekar langsung membuka bungkusan plastik hitam pekat yang diikat erat oleh Arya. Setelah berhasil terbuka ia terbelakak akan isi di dalamnya. 

   "Kok kamu bisa tahu aku suka sushi dari restoran ini?" Arya hanya tersenyum lebar dan mengajak Sekar untuk duduk di sampingnya.

   "Tau dong, orang highlights di instastory-mu yang paling banyak pas kamu makan sushi dari restoran ini kok!"

   "Banyak banget kamu belinya... kirain itu bungkusan apaan!" Sekar takjub saat memeriksa isi keseluruan bungkusan plastik tersebut. Terlihat dua puluh kotak kecil yang berisi delapan potong sushi berbagai varian.

   "Sengaja, soalnya aku nggak tau kamu suka yang mana, jadinya aku beli semua dua-dua, kalo ada sisa bisa kamu bawa pulang ato bisa kamu bagi-bagiin ke temen-temen kamu!" ucapan Arya tak dapat menutupi rasa bahagia.

Sekar, pipinya sempat merona, ia langsung berpaling pada bungkusan plastik tersebut untuk menutupi kecanggungan.   

   "Kamu sengaja ya tukar plastiknya? Soalnya restonya tuh punya plastik sendiri!" ucap Sekar sambil menutup plastik itu dan mengikatnya kembali. 

   "Iya biar suprise dong! Kok diplastikin lagi?"

   "Belum waktunya istirahat, ini aku cuman bentaran doang bisa ketemu kamu, gapapa kan?" 

   "Gapapa, kebetulan tadi aku abis ketemu klien di sana, yaudah sekalian beliin buat kamu terus anterin ke sini, kan kalo mau ke arah kantorku lewat sini!"

   "Emang kamu kerjanya di mana si?" Arya hanya tertawa senang, hal yang ia tungu-tunggu akhirnya datag. 

Selama ini Sekar hanya berfokus pada dirinya, atau hal-hal menarik dalam kehidupan saat mereka bercengkrama. Ia sama sekali bertanya mengenai Arya, sekan tak peduli dan tak tertarik mengenai pemudia itu.

   "Akhirnya ditanyain juga! Aku udah pernah bilang kan kalo aku punya bisnis sendiri! Kantornya di gedung Agung Jaya, bisnisku, bisnis start-up gitu, bikin hardware proteksi buat perusahaan, biar anti hack, virus dan juga phising. Masih prototype sih! Jelas Arya.

   "Oooh... waaah kamu anak IT ternyata, keren-keren... yaudah tengkyu ya sushinya! Udah lama nggak makan sushi nih, lagi ngidam-ngidamnya eh malah dibawain!" ucap Sekar sambil bangkit dan mengisyaratkan Arya untuk segera pergi dari kantornya. Sekar hanya mengantarkan Arya sampai ke depan pintu keluar. 

   "Sorry ya aku nggak bisa anterin kamu ampe parkiran!"

   "Gapapa, kamu balik kerja gih. Jangan lupa bagi-bagiin ke temen kamu, jangan dimakan sendiri, bisa pingsan kamu kebanyakan makan sushi, gak muat perutnya!" ledek Arya sambil menunjuk pertu datar Sekar. 

   "Apaan sih, yaudah aku balik kerja ya!"

   Itu bukan untuk terakhir kalinya Arya datang ke kantor Sekar saat ia sedang bekerja, pernah saat harus berada di kantor pada dini hari, Arya lagi-lagi datang membawa beberapa makanan kesukaan Sekar. 

Kadang juga Sekar dikirimi makanan lewat jasa pemesanan makanan daring, saat Sekar berada di kantor maupun di kantor polisi, saat ia dapat giliran untuk berjaga di sana. 

   Hubungan mereka juga terlihat semakin dekat saat Sekar untuk pertama kalinya, menyetujui permintaan Arya yang memaksanya untuk mengantarkannya berangkat kerja. Tawaran pertama langsung di tolak mentah-mentah oleh Sekar dengan tegas dan sedikit ketus. 

Arya yang sebelumnya berbicara pada Sekar lewat sambungan telepon memaksa Sekar untuk mengantarkannya saat ia mengetahui bahwa Sekar harus megakhiri percakapan mereka karena Sekar harus bersiap-siap untuk berangkat kerja. 

Sekar langsung menolak tawaran Arya mentah-mentah dengan tegas dan sedikit ketus. Kejadian tersebut hanya berselang dua hari setelah Arya mendatangi kantor Sekar untuk petama kalinya.

"Apaan sih, aku bukan anak kecil, jadi nggak usah ngatur-ngatur! Udah ya! Aku mau berangkat!" 

Saat itu, Sekar mendapatkan giliran tugas pada jam terakhir, yaitu pada pukul sebelas malam hingga tujuh pagi esok harinya. Pada jam tersebut kebanyakan kegiatan kerja diisi dengan menulis naskah serta mengisi narasi suara pada berita tersebut yang akan ditayangkan pada program pagi hari. 

Berita tersebut telah diambil sebelumnya oleh seluruh rekan kerja selama satu hari penuh dari pagi hingga malam hari sebelum jam sebelas malam. Bila ada kejadian setelah jam sebelas malam, maka berita tersebut akan diliput namun penayangannya di tayangkan esok hari. Kecuali bila berita tersebut merupakan berita teraktual, sehingga bisa saja akan disiarkan secara langsung.

   Kali kedua pun masih mendapatkan penolakan, tapi sedikit lebih halus. Hal itu terjadi empat hari setelah tawaran pertama ditolak. Kali ini yang keluar dari mulut Sekar adalah,

   "Nggak usah, aku udah biasa! Kamu siap-siap tidur aja, bye!"

   Untuk kali ketiga masih mendapatkan penolakkan, hingga tawaran yang ke sembilan, akhirnya Sekar menyerah dan mau diantarkan oleh Arya, itu terjadi setelah dua bulan dua hari setelah pertemuan mereka di kafe Dacha saat Arya berhasil mengetahui pekerjaan Sekar dan berhasil bertukar nomor Sekar. 

Kini Arya sedang turun dari mobilnya begitu melihat Sekar keluar dari kamar indekosnya dan berjalan menuju pagar. Ia memarkirkan mobilnya di seberang rumah kos Sekar karena jalur yang akan mereka tuju searah, dengan sigap Arya menyeberangi jalan menghampiri pagar rumah kos Sekar untuk membantu Sekar membukakan pagar. 

Sekar berjalan santai saat melihat Arya membukakan pagar untuk dirinya, ia sedikit tersenyum saat Arya sedikit kesusahan mendorong besi besar itu. 

   "Harus diangkat dikit dulu, trus rodanya dimasukin ke jalurnya, baru ditarik!" jelas Sekar begitu dirinya sudah berada tak jauh dari Arya. Atas instruksinya, Arya berhasil membuka gerbang pagar dan mereka berjalan bersama menyeberangi jalan menuju mobil Arya. 

Ini adalah pertama kalinya Sekar masuk ke dalam mobil Arya, aroma bunga lavender bercampur vanili menyeruak alat penciuman Sekar. Akhirnya ia menyadari dari mana asal aroma tubuh Arya setiap kali ia berada di dekatnya. 

   "Jadi parfum kamu selama ini dari ini?" tanya Sekar sambil memegang botol kecil yang menempel pada ventilasi alat pendingin ruangan di dalam mobil Arya. 

   "Ya nggak, aku emang suka wangi vanila dan lavender, jadi semua parfum badan, sabun, deodorant, parfum ruangan itu wanginya kaya gini" ucap Arya mulai melajukan mobilnya.

   "Pantes!"

   "Pantes apa?"

   "Kamu orangnya konsisten, buktinya kamu konsisten banget buat nganterin aku, padahal udah aku tolak berkali-kali, ampe capek nolaknya!"

   "Jadi ini terpaksa?"

   "Ya... Mau gimana lagi...!" Arya hanya tertawa pelan menjawab pernyataan Sekar. Semenjak malam itu, Arya resmi menjadi supir pribadi Sekar saat ia mendapatkan giliran untuk bekerja pada malam hari.

   Kini, ikatan yang terjalin antara Sekar dan Arya sudah memasuki bulan ke lima. Tidak banyak perubahan yang terjadi padai diri Sekar hingga satu kalimat yang keluar dari mulut Roni menyadari dirinya bahwa Aryalah orang yang memang tepat baginya. 

Tatkala Sekar lagi-lagi mendapatkan makan siang yang diantarkan langsung oleh Arya, ia berbagi makanan tersebut pada Roni yang kebetulan hanya dialah orang yang masih berada di ruang kerja mereka. 

Roni yang melihat kedatang Sekar langsung sumringah dan merampas bungkusan plastik bertuliskan Bebek Goreng Mewah yang dibawa Sekar.

   "Santai Pak!"

   "Gila kamu ya, enak banget hampir tiap hari kita hemat makan siang gara-gara si Arya. Belum menyerah juga dia?" ejek Roni sambil mengambil bagian paha bawah bebek goreng, Arya ternyata mengirimkan Sekar beberk goreng utuh tiga ekor, lengkap dengan lalapan dan juga nasinya.

   "Maksudnya?"

   "Ya selama ini kamu ketus ama dia, cuekin dia pas dia telpon kalo kamu lagi sibuk, trus belum juga kamu cuman kesannya nerima doang tapi nggak mau memberi, dia gak nyerah ama sifat egois kamu?" ungkap Roni santai sambil melahap makan siang mewahnya.

   "Ya itu kan hak ku dong, kalo emang dia nyerah ya udah gapapa, toh aku gak minta dan maksa dia buat beliin ini itu!" 

   "Iya emang, biasanya juga kamu gitu, cowok-cowok yang deketin kamu kan akhirnya pada kabur karena nggak mendapatkan hasil yang sesuai, mereka nembak, kamu tolak mentah-mentah, trus makin dicuekin, ya kabur lah! Tapi ini Arya udah lima bulan lho dia giniin kamu, dia belum ada nembak kamu ato bilang suka gitu ke kamu?"

   "Enggak tuh. Aku juga nggak punya perasaan apa-apa ama dia. Lagian, kalo emang dia tiba-tiba ngilang ya gapapa! Emangnya aku pikirin?" sesaat Sekar seperti teriris atas kalimat yang ia keluarkan sendiri. Roni yang melihat perubahan raut muka Sekar langsung memojokkannya.

   "Yakin?" Sekar hanya terdiam sambil mengambil potongan bebek goreng yang kedua kalinya.

   "Kok malah diem?"

   "Ya enggak tau lah, ya pasti orang bakalan geer lah diginiin juga, iya aku mungkin udah ada rasa suka ama dia, tapi yaudah biarin ngalir aja, toh kalo emang jodoh pasti juga bakalan jadian kok!" kalimat yang keluar dari mulut Sekar membuat Roni tertawa pecah.

   "Lah kok malah ketawa?"

   "Akhirnya seorang Sekar bisa suka sama seseorang! Nggak percaya aja, bahkan ama mantan-mantan mu dulu juga kamu nggak suka kan? Cuman ya kamu manfaatkan keberadaan mereka doang kan?"

   "Kamu pikir aku cewek matre?!" 

   "Enggak... maksudnya kamu memanfaatkan keberadaan mereka buat mengisi hari-hari kamu, belum perhatian yang mereka berikan, tapi karena sifat egois dan selfish-nya kamu, mereka jadi menyerah juga, palagi kalo kamu reject telpon mereka, trus ketus pas mereka nanya ini itu, belum lagi kalo mereka minta kamu lakuin suatu hal buat mereka, kamu langsung marah-marah ga jelas gitu. Ya orang mana ada yang betah sama orang seperti itu Dan!"

   "Lho mereka kok yang mau bukan aku, toh dari awal mereka yang ngejar-ngejar aku, trus ya aku hargai perasaan mereka, justru mereka harusnya berterima kasih pas mereka ngajakin aku pacaran, aku terima, tapi bukan berarti mereka mengatur hidupku dan minta aku buat mengurusi hidup mereka. Apalagi sampe nyentuh-nyentuh aku!"

   "Nah itu juga, namanya pacaran ya pasti maulah meluk-meluk pacarnya, pegangan tangan, ciuman. Jangankan ciuman, sentuh dikit aja kamu langsung uring-uringan!" saat Sekar ingin membalas Roni memotong omongannya terlebih dahulu.

   "Iya aku tau, kamu trauma sama kasus-kasus yang kita tangani makanya kamu semacam anti disentuh pria. Kamu bakalan mau disentuh setelah menikah, aku ngerti Dan, tapi kan nggak harus bentak-bentak, selama ini kamu gimana ke Arya? Dia nggak ada pegang-pegang kamu?"

   "Dia nggak pernah nyetuh aku!"

   "Swear!" ucap Sekar sambil menaikkan jari tengah dan telunjuk ke hadapan Roni, sedangkan sisanya tergepal.

   "Wah salut aku ama itu orang, aku rasa kamu harus mempertimbangkan untuk menjalin hidup sama dia, dia satu-satunya cowok yang betah sama kamu Dan! Jangan sampe kamu menyesal menyia-nyiakan dia!" kalimat yang sangat tertancap di dalam hati Sekar, dan kalimat itu sukses membuat Sekar membuka hati pada Arya, membuat dirinya menyadari bahwa begitu indah saling memberi, saling memenuhi. 

Sejak saat itu Sekar mulai berubah, ia tidak hanya menerima dan memusatkan pada dirinya, ia mulai bertanya mengenai kehidupan Arya, mulai mengirimkan balik makanan ke kantor Arya, dan mulai berharap Arya menghubunginya selalu. 

Bahkan saat tak ada panggilan atau pesan dari Arya, Sekar mulai cemas, seakan ada yang kosong dalam hatinya. Sampai tak terasa sudah memasuki bulan ketujuh perkenalannya dengan Arya, namun sampai detik itupun Arya belum mengucapkan kata cinta ataupun ingin mengajaknya menjalani hubungan lebih serius. 

Sekar baru pertama kali mengalami hal seperti ini, ia akhirnya paham bahwa selama ini, pria-pria yang mengharapkan kabar darinya, begitu tersiksa.



Post a Comment

0 Comments